Dari buku yang
berjudulDari buku yang
berjudul Hindia Belanda: studi tentang ekonomi majemuk, yang saya baca mulai dari chapter 3 yang membahas tentang zaman kekacauan
(1795-1815) sampai chapter 5 (zaman tanam paksa, 1830-1850), dalam chapter 3 menceritakan
bagaimana situasi politik dan ekonomi di Hindia Timur (Hindia Belanda), yang
pada akhir abad XIII hingga awal abad XIX mengalami masa yang sangat
sulit. Hal ini terjadi sebagai akibat dari perseteruan antara Inggris dan Prancis
di Eropa. Perseteruan kedua negara adidaya itu berdampak di Hindia Timur yang
berupa blokade laut yang dilakukan oleh Inggris atas pulau Jawa. Dengan
terjadinya blokade itu,
pemerintahan Belanda di Batavia berupaya untuk memperkuat kekuasaan di pulau Jawa dengan cara melakukan organisasi militer di wilayah kekuasaannya ini.
pemerintahan Belanda di Batavia berupaya untuk memperkuat kekuasaan di pulau Jawa dengan cara melakukan organisasi militer di wilayah kekuasaannya ini.
EIC (The East India Compagnie),
merupakan kongsi dagang Inggris yang diberikan hak Oktroi penuh oleh Ratu
Elizabeth 1, pada tahun 1602, dan sejak saat itulah Inggris mengalami kemajuan
di Asia. Sir James Lancaster yang pertama kali tiba di Aceh dan terus menuju
Banten dan disinilah ia pertama kali mendapatkan izin membentuk kongsi dagang
dalam perdagangan rempah-rempah, terutama lada yang berhasil dia bawa dalam
jumlah banyak ke Inggris. Dan dari inilah timbul keinginan Inggris untuk
menguasai wilayah Batavia.
Batavia saat itu merupakan kawasan
yang strategis dan ini diperkuat dengan adanya sekutu antara Belanda dengan
Perancis. Dalam upaya menghadapi ancaman serangan Inggris, pemerintah Batavia
juga melakukan reorganisasi militer, yaitu reorganisasi angkatan laut dan
reorganisasi angkatan darat. Reorganisasi angkatan laut dilakukan dengan
mengirimkan beberapa kapal secara bertahap ke Hindia Timur, sementara
reorganisasi angkatan darat baru dilakukan setelah Daendels tiba dan berkuasa.
Hindia Timur, khususnya Jawa yang dianggap sangat penting bagi Prancis.
Napoléon Bonaparte telah mengirimkan beberapa pasukannya yang tergabung dalam
Divisi XII. Jawa dianggap penting bagi Prancis karena kekayaan hasil komoditi
Ekspor, posisi geografisnya, dan potensi penduduknya. Hasil komoditi ekspor
yang berupa kopi, gula dan padi, di samping kayu jati merupakan komoditi yang
sangat laku di pasaran internasional. Napoléon Bonaparte menganggap penting pulau
Jawa karena posisi geografisnya. Napoléon akan menjadikan Jawa sebagai
pangkalan utama Prancis dalam rangka rencana penyerangan Prancis ke India, yang
dikatakan sebagai wilayah yang kekayaannya melebihi semua kekayaan semua negara
di Eropa. Selain itu, penduduk Jawa memiliki kekuatan fisik yang tidak kalah
kuatnya dengan tentara Sepoy dari India.
Napoléon
Bonaparte mengingatkan agar pulau Jawa diperkuat. Kaisar menegaskan bahwa
Batavia harus diperkuat, karena Inggris sewaktu-waktu akan menyerang Jawa. Ia
mengingatkan bahwa kemungkinan besar Inggris akan mendaratkan pasukannya dari
Cilincing yang jaraknya kira-kira 8 km dari pusat pemerintahan di Batavia.
Pasukan yang dikirimkan ke Jawa melaporkannya bahwa Batavia tidak
memiliki pertahanan apa pun, sehingga apabila tidak diperkuat, Batavia akan
segera jatuh apabila diserang oleh Inggris. Oleh karena itu, beberapa tentara
dikirimkan ke Jawa melalui Isle de France dan Port Louis. Jumlah tentara
yang ideal yang seharusnya ditempatkan di Jawa menurut Napoléon Bonaparte
berjumlah 20.000 orang. Oleh karena itu, pada saat Daendels dikirimkan ke Jawa
untuk menduduki jabatannya sebagai gubernur jenderal, ia harus segera melakukan
reorganisasi dan memobilisir tentara yang berjumlah mendekati jumlah yang
diinginkan oleh Kaisar. Untuk itu, pada bulan Mei 1811, Kepala Staf angkatan
darat von Gutzlaff melaporkan jumlah tentara yang berhasil dimobilisir
oleh Daendels.
Selain meningkatkan militer di
batavia Deandels juga membuat kebijakan baru dalam menggaji pegawai, yang pada
masa VOC banyak terjadi korupsi, kebijakan ini yaitu dengan menaikkan gaji
semua pegawai pemerintah, Daendels menetapkan standar baru penggajian dari yang
paling rendah hingga paling atas. Daendels membuat pembagian dengan
sistem eselonisasi, sehingga aturannya menjadi lebih jelas, dengan hak dan
kewajiban mereka. Sebelumnya, hanya pejabat Eropa saja yang menerima gaji,
sementara pejabat pribumi hanya menerima tanah sebagai pengganti gajinya.
Dalam aturan yang baru ini, Daendels memutuskan untuk memberikan gaji setiap
bulan secara teratur, termasuk kepada para bupati dan pembantunya.
Zaman Tanam Paksa sebenarnya
merupakan masa dimana rakyat diwajibkan untuk membayar pajak
dalam bentuk pajak hasil panen, yaitu dalam bentuk hasil-hasil pertanian
mereka. Sistem
tersebut sebenarnya sudah dilakukan sejak masa pemerintahan Van der Capellen
(1819-1825). Usaha-usaha Belanda tersebut semakin mendapat hambatan karena
persaingan dagang dengan pihak Inggris. Apalagi setelah berdirinya Singapura
pada tahun 1819, menyebabkan peranan Batavia dalam perdagangan semakin kecil di
kawasan Asia Tenggara. Untuk kawasan Indonesia sendiri diperparah dengan
jatuhnya harga kopi dalam perdagangan Eropa. Karena kopi merupakan produk
ekspor andalan pendapatan utama bagi Belanda. Selain itu karena Belanda juga
mendapatkan serangan, yaitu Perang Diponegoro (1825-1830) yang merupakan perang
termahal bagi pihak Belanda dalam menghadapi perlawanan dari pihak pribumi.
Pada Tahun 1830, pemerintah
Hindia-Belanda mengankat Gubernur Jenderal baru untuk Indonesia, yaitu Johanes
van Den Bosch. Tugas utamanya untuk meningkatkan produksi tanaman ekspor yang
terhenti selama sistem pajak tanah berlangsung. Sistem tanam paksa muncul
karena pihak pemerintah Hindia-Belanda mengalami keadaan parah di bidang
keuangan, dan Pemerintah Hindia-Belanda memiliki hutang-hutang yang besar
akibat perang, dan perlawanan rakyat yang terjadi di berbagai wilayah.
Pemerintah Belanda mewajibkan penanaman
tenaman dagang dan komoditi ekspor pada ½ lahan petani, namun pada kenyataannya
penanaman komoditi wajib ini bisa melebihi 1/2 dari lahan petani, petani
dipaksa untuk menanam tanaman dagang sehingga mereka kesulitan untuk makan,
pajak yang seharusnya dibebaskan tetap dikenakan pada para petani, kegagalan
panen juga akhirnya menjadi beban petani. Pada masa itu petani hidup amat
sulit. Penyimpangan penyimpangan ini disebabkan oleh adanya hadiah finansial
atau cultuurprocenten untuk para Bupati, kepala desa, dan pengawas Belanda yang
wilayahnya banyak memberi masukan hasil bumi. Sehingga para kepala desa
berlomba untuk memaksa petaninya bekerja dengan amat keras. Zaman tanam paksa
dari tahun 1830 - 1850, atau 20 tahun pertama adalah tahun paling berat buat
petani Jawa. Masa ini dapat disamakan dengan kerja rodi membuat jalan atau
jembatan pada masa Deandels.
Zamzam Tugas Mata Kuliah Sejarah Indonesia 19-20
Tidak ada komentar:
Posting Komentar