Hubungan
jepang dengan asia dan eropa dimulai sejak abad 16-18 hubungan itu dimulai
dengan perdagangan yang berlangsung antara jepang dengan cina, serta berlanjut
dengan Negara negara barat atau Eropa. Perdagangan ini dimulai dari utusan
jepang yang membawa upeti
yang dikirim ke Sung, terhenti oleh kebijakan Cina pada tahun 1549, kemudian
oleh perang pada tahun 1592 namun tidak lama hubungan itu digantikan dengan
hubungan yang lebih berimbang yakni
perdagangan yang berlandaskan perdagangan laut secara illegal. Pada masa ini
orang juga menyebut sebagai ‘’abad kristen’’ karena pada masa ini orang eropa
selain melakukan perdagangan juga melakukan penyebaran agama. Namun anggapan
itu salah kiranya karena akhirnya agama Kristen ditolak.
Pada
tahun tahun awal abad ke-16, para utusan utusan yang dikirim Ashikaga ke Cina
dalam pandangan jepang lebih banyak
berguna untuk tujuan berdagang. Sebagian besar pelayaran bertolak dari Hataka dibawah perlindungan tuan tanah Quchi. Kapal kapal yang ikut
dalam pelayaran, biasanya terdiri dari tiga buah, berukuran kecil, dan lebih
dari separuh penumpang adalah para pedagang yang membayar uang sewa ruang untuk
barang. Barang barang yang mereka bawa untuk hadiah untuk istana Ming terdiri
atas bahan mentah, dan hasil kerajinan tangan jepang seperti kipas dan tabir
pembatas ruang, barang barang dari lacquer, pedang dan baju besi. Barang-barang ini akan diserahkan kepada
pemerintah Cina, tetapi apabila ditolak akan ditawarkan kepada pasar bebas. Sedangkan
hadiah-hadiah dari istana
Ming yang dibawa pulang mencakup uang logam temabaga dalam jumlah besar-yang
sangat diminati oleh orang Jepang, yang secara teratur dipesan karena penting
untuk perdagangan dalam negeri. Hadiah-hadiah dari Cina lainnya meliputi kain sutra halus dan benda benda
seni. Para pedagang juga membawa pulang hasil jualan mereka dalam bentuk uang
logam tembaga, tetapi mereka juga
membeli kain sutra jenis standar, yang laris di Jepang. Semua barang ini
termasuk barang import yang bernilai tinggi, yang menghasilkan laba yang sangat
besar. Tidak mengherankan
apabila terdapat munculnya para perompak jepang yang disebut (wako) yang ingin
merampas barang bawaan para pembawa upeti. Pada abad ke-15, upaya keluarga Ashikaga dan istana Ming berhasil
pada batas tertentu untuk mengendalikan perompak, tepai keputusan istana Ming
untuk mengakhiri kunjungan utusan resmi jepang setelah tahun 1549, dan
memberlakukan pembatasan perdagangan seperti yang diberlakukan pada Negara
Negara lain di luar sistem upeti, membuka peluang baru bagi perompak Setelah
tahun 1560 upaya upaya istana Ming untuk membangun pertahanan untuk menangkis
perompak laut mulai membawa hasil, sedangkan dicabutnya larangan berdagang pada
1567 menyebabkan penduduk di pantai selatan enggan melakukan perdagangan dengan
wako.
Keadaan
ini mendukung upaya portugis untuk memperoleh tempat berpijak di Jepang. Setelah
berhasil di Goa dan Malaka, Portugis mula mula mengirim armada kapalnya
keperaian Cina pada tahun 1514, tetapi hampir tiga pulah tahun kemudian
serombongan orang Portugis sampai di Tanegashima, sebuah pulau di sebulah teluk
Kagoshima. Meraka datang menunpang sebuah jung dari Cina. Setelah itu kapal
kapal Portugis sendiri mulai berdatangan dari Kyusu, tetapi baru setalah Cina
mengizinkan Portugis mendirikan pemukiman di Macao (1557) dan seorang tanah
feodal Jepang menepatkan Nagasaki dibawah yuridis Jesuit (1571) maka pola
perdagangan yang teratur mulai muncul. Sejak itu kedua pelabuhan ini berperan
sebagai terminal perdagangan tetapi antara Cina dan Jepang, menggunakan kapal
kapal Portugis yang memiliki persenjataan lengkap sehingga mampu menangkal
serangan. Portugis berlayar setiap tahun dari Cina ke Jepang. Perdagangan ini
memberikan keuntungan yang besar bagi Portugis. Namun orang Portugis tidak
dibiarkan lama lama menikmati laba mereka dengan aman karena terdapat saingan
mereka yaitu Spanyol yang setelah menaklukan Filipina mulai berdagang di
Jepang. Belanda juga menjadi saingan Portugis di seluruh perairan Asia. Belanda
berhasil mendirikan kantor perdagangan di Hidaro pada tahun 1609. Ketiga
pendatang ini menemukan bahwa terlalu tergantungan perdagangan jepang oleh
Cina. Oleh karena itu mereka melakukan trik yang hampir sama dilakukan oleh
Cina yaitu harus membawa barang barang yang diminati oleh orang Jepang. Diantaranya
sutra kasar dan sutra halus, kayu sapon (sappan) dari Siam dan kulit. Sementara
itu Spanyol, Belanda dan Inggris mereka memperoleh barang barang Cina untuk
Jepang melalui jaringan dagang yang dibangun pedagang pedagang Cina dan Asia
Tenggara. Orang Spanyol berdagang dengan masyarakat Cina di Manila, dan
mengirimkan labanya ke negerinya dalam bentuk perak lantaran Jepang, hal yang sama yang dilakukan oleh
Portugis. Sedangkan orang Belanda, di
Batavia menggunakan pedagang Cina yang ada di Indonesia. Barang barang yang
dibeli untuk dijual ke Jepang sama dengan barang barang yang dibawa orang
Portugis. Seperti sutra, porselen, wangi wangian dsb. Bagian terbesar dari eksport Jepang untuk membayar barang barang
terdiri dari perak lantakan.
Namun pada perdagangan ini juga terlibat
kaum perompak (wako) setidak tidaknya perompak Jepang sudah tidak punya lagi peluang untuk mencari makan
dengan cara merompak karena langkah langkah yang diambil Hideyoshi dan Ming untuk
membasmi mereka. Hideyoshi juga mengeluarkan peraturan untuk mengendalikan
mereka, dengan mengaruskan mereka berlayar dengan menggunakan surat izin yang
ditandai dengan stempel
merahnya (shuin) setiap kali perompak hendak berlayar. Tokugawa Ieyasu penerusnya
juga meneruskan praktek ini
ketika ia masih berkuasa. Menurut perkiraan kapal kapal bercap merah milik
perompak ini membawa kembali antara 50 sampai 70 persen sutra dan barang barang dagangan ke
Jepang, ini berarti mereka
pesaing berat bagi pedagang Eropa. Untuk membantu mereka dalam memperoleh
barang kapal kapal bercap merah ini mendirikan masyarakat jepang di berbagai
pelabuhan di luar negeri, yang terbesar adalah yang berada di Manila, yang
berpenduduk sekitar 3.000 orang pada tahun 1606. Pemukiman ini juga tidak bisa bertahan lama karena
peraturan dari Iemitsu pada 1635.
Setelah tahun 1639 hanya orang Belanda yang bertahan dari antara para
pedagang Eropa dalam perdagangan tidak langsung dengan Jepang dan Cina. Pedagang Inggris
sudah mengundurkan diri pada tahun 1623, sedangkan Bakufu melarang kapal Spanyol masuk Jepang karena terjadi sebuah
perselisihan pada tahun 1624. Pedagang Portugis menjadi korban dari larangan
atas agama Kristen. Mereka dicurigai memberi bantuan kepada para pendeta Jesuit dan pemberontak
Jepang, pedagang Portugis diperintahkan meninggalkan Nagasaki selama lamanya pada
tahun 1639, dan ketika sebuah utusan dikirim dari Macao pada tahun 1640 yang meminta
agar larangan itu dicabut
para pemimpin utusan itu dihukum mati karena tidak mematuhi perintah Shogun. Sedangkan orang Belanda yang dianggap sebagai protestan itu
meraka tidak termasuk orang Kristen menurut pengertian orang Jepang. Namun lama kelamaan
mereka juga dicurigai oleh orang Jepang. Itu terbukti pada tahun 1641 mereka dipindahkan
dari Hirado ke pulau Deshima di pelabuhan Nagasaki, yang semula ditetapkan sebagai pemukiman
orang Portugis. Hanya di pulau itu saja orang Belanda boleh berdagang,
sejak itu juga gerak gerik
mereka selalu diawasi dengan ketat, jumlah jenis dan barang yang boleh mereka beli
ditentukan oleh peraturan, dan juga jenis kapal dari jawa yang merapat
disana. Semua kegiatan dagang
harus dilakuakan melalui sebuah kelompok dagang yang memiliki monopoli di bawah pengawasan
ketat wakil Bafuku yang ada di situ.
Pembatasan pembatasan itu dipatuhi oleh
orang Belanda pada awalnya karena masih memiliki keuntungan yang besar yang
diperoleh dari perdagangan itu, tetapi keadaan ekonomi dari tahun ke tahun terus
tidak menguntungkan. Jepang
mengembangkan industri sutra
sendiri, ini mengurangi ketergantungannya dengan Cina untuk semua barang kecuali
yang bermutu tinggi. Produksi perak menurun karena tambang tambang
perak yang mudah dijangkau sudah tergali semua. Setelah tahun 1668 juga ada pembatasan perak yang dibawa keluar Jepang secara
resmi. Akibat
dari dua perubahan ini, sulit bagi orang Belanda memperoleh laba dan pada
abad ke-18 laba sama sekali tidak lagi dapat diperoleh.
Korea dan Ryukyu
Hubungan
dengan korea dan ryukyu pada tahun-tahun ini berjalan dalam lingkup kelembagaan
yang berpusat di Cina yang sudah lama dikenal, yakni dengan sistem upeti. Pada
abad ke 15, ashikaga mengakui shogun sebagai “Raja Jepang”, yang berarti
merupakan vassal dari cina, dan membuka jalan untuk berhubungan dengan dinasti
Yi, yang menguasai korea bersatu setelah tahun 1392. Keluarga So, tuan-tuan
tanah di Tsushima, bertindak sebagai perantara diantara keduanya, dengan
mengirimkan utusan ke Korea atas nama Jepang. Mereka juga berdagang
barang-barang yang dieksport Jepang ke Ningpo, dan mengimport kulit, ginseng,
dan madu, kain katun, yang menjadi komoditi utama dibanding sutra.
Pada
tahun 1443, dengan harapan dapat mengurangi serangan perompak ke pantai korea,
dinasty Yi mengadakan perjanjian yang mengizinkan 200 kapal jepang berkunjung ke
Pusan setiap tahun. Upaya-upaya Jepang untuk memperluas wilayah perdagangannya
sama seperti upaya mereka di pantai cina yang menimbulkan perselisihan hebat
dan menjadikan perdagangan terputus beberapa lama (1510-1512), tetapi
perdamaian berhasil diwujudkan dan perdagangan berlangsung sepanjang abad-16.
Hideyoshi
yang tidak setuju dengan pendapat dinasti So dan para pedagang Tsushima yang
menganggap korea penting untuk jepang, merencanakan penyerangan ke Kyushu, dan
akan menguasai kyushu sebagai pangkalan militer Korea. Dia menjalankan rencana
ini setelah keluarga Shimazu dan Hojo telah dikalahkan, serangan ke luar negeri
akan memberi Daimyo jepang sesuatu yang lain dari perang saudara yang membuat
mereka sibuk. Hideyoshi juga merencanakan serangan ke Cina melalui Korea, dan
ia akan menjadi Raja Jepang di singgahsana Cina, kemenangan ini juga akan
membuka jalan ke India.
Pada
bulan april 1592, tiga vassal dari hideyoshi yang memiliki tanah-tanah luas di
Kyushu, salah satunya adalah Kato Kiyomasa dari kumamoto, Daimyo Kristen,
konishi Yukinaga dari Higo, dan Kuroda nagamasa dari nakatsu, bergabung untuk
mengadakan persiapan pengiriman pasukan cadangan ke utara Kyushu, sebuah markas
besar didirikan di Nagoya dan di Hizen, kapal-kapal besar diawaki oleh mantan Wako,
berjumlah beberapa ribu orang dari jumlah prajurit yang lebih dari 150.000
orang.
Hampir sepertiga
pasukan itu mendarat di Pusan pada awal mei 1592. Pasukan yang dipimpin Kato
dan Konishi menaklukkan Seoul pada 12 Juni, setelah itu pasukan jepang terbagi,
Konishi menaklukkan Pyongyang (23 Juli), Kato maju ke utara menuju perbatasan
sungai Yalu dengan Manchuria, dan Kuroda bergerak ke arah timur laut. Unit lain
menyebar menaklukkan korea tengah dan selatan.
Kekuatan
korea ternyata diluar perkiraan jepang, di bawah laksamana Korea Yi Sun-sin,
jepang hanya berhasil membuka jalan ke laut Pusan, tetapi gagal masuk ke laut
kuning, tempat mereka seharusnya memberi dukungan kepada kato dan konishi. Di
darat, kebijakan militer Jepang yang sangat keras menimbulkan perlawanan
setempat, sehingga jepang kesulitan mengirimkan perbekalan kepada pasukannya di
utara. Pada bulan Juli 1592, pasukan kecil cina yang berhasil menyeberangi
sungai Yalu berhasil dipukul mundur, sebelum datang pasukan besar yang memaksa
Konishi mundur ke Seoul pada Februari 1593. Sisa prajurit jepang yang masih di
Pusan bertahan hidup dengan menggarap tanah selama 4 tahun.
Pada bulan Desember 1596 utusan Cina
kembali menunggu Hideyoshi, kali ini di Osaka, mereka sudah siap menobatkannya
menjadi raja, saat itulah Hideyoshi menyadari jika ada tipu muslihat yang
mengatasnamakan dirinya. Ia marah sejadi-jadinya, dan mengusir utusan Cina itu
dari Jepang, dan melakukan persiapan kembali untuk berperang. Banyak pasukan
dalam jumlah besar dikirim ke Korea. Konishi dan rekan-rekannya melancarkan
serangan kembali pada Agustus 1597, dengan tujuan untuk menguasai empat
provinsi di Korea yang dituntut oleh junjungan mereka. Namun serangan itu
sangat sulit karena Korea lebih unggul di laut, ada sebuah pasukan besar Cina
yang sudah menunggu di medan pertempuran. Jepang berhasil maju ke Seoul sebelum
musim dingin tiba, namun di tahun baru pasukan Jepang mendapat serangan yang
besar, Konishi melakukan pertahanan di pangkalannya Pusan, berita mengenai
kematian Hideyoshi (18 September 1598) menyebabkan operasi militernya
dihentikan. Pasukan Jepang yang semula berada di Pusan untuk mempertahankan
kekuasaan mulai ditarik mundur ke Jepang.
Pada
tahun 1606 terjadi pertemuan antara utusan Korea dengan Tokugawa Ieyashu di
Fushimi, pertemuan lebih intim lagi dilakukan di Edo dua tahun kemudian,
tawanan perang dipertukarkan, perdagangan dipulihkan dengan syarat jumlah kapal
dibatasi hanya 20 saja, banyak pemukiman Jepang yang dijaga Samurai didirikan di pinggir Pusan, perutusan Jepang dan Korea dimulai
kembali.
Dibalik
kedekatan ini ada banyak pemalsuan surat-surat oleh Keluarga So, utusan kepada
Hedetada adalah hasil dari surat yang mereka pasukan, dengan tanda tangan
Shogun sebagai “Raja Jepang”, sehingga menimbulkan kesan bahwa Jepang puas
dengan sistem Upeti. Penipuan ini berhasil dijalankan sampai tahun 1635. Pada
tahun itu pemalsuan surat ini diketahui oleh Bakufu akibat perselisihan di Tsushima, orang-orang yang terlibat
dalam pemalsuan ini dihukum, tetapi tidak berat. Sebuah keputusan Edo yang
menganggap bahwa Shogun akan
menggunakan gelar yang sama sekali baru, yakni Taikun (Tycoon), dalam urusannya dengan Korea, untuk menghindari
kesan bahwa ia bawahan Cina, sebuah utusan Korea mengucapkan selamat kepada
Jepang pada tahun 1636 yang menandai akhir sengketa ini.
Munculnya
sikap Jepang yang mengakui bahwa Jepang menduduki posisi di Asia Timur yang
sebanding dengan posisi Cina. Menulis mengenai dua dunia dengan “Dua Pusat”,
para sejarahwan menyiratkan ada kesamaan antara kedua pusat tersebut. Beberapa
menyebut Jepang Chugoku (Chung-kuo),
“Negeri Tengah” sebutan yang Cina
sebagai lambang dari Dunia Konfusius.
Pada
abad ke-15, karena adanya pembatasan-pembatasan yang dikeluarkan Ming atas
perdagangan dengan jung Cina, Ryukyu
menjadi entrepot bagi jalur-jalur
pelayaran pelabuhan Cina dengan Asia Tenggara. Pulau-pulau itu memiliki hak
untuk mengirimkan utusan pembawa upeti dan untuk berdagang dengan daratan Cina.
Satsuma juga ikut tertlibat berdagang dengan Ryukyu, Kyushu selatan karena itu
memiliki hubungan “rahasia”, tidak saja dengan Cina, tetapi juga dengan
jaringan pelayaran yang sampai menjangkau Indonesia.
Ketika
Hideyoshi merencanakan serangan ke Cina, ia meminta bantuan dari Ryukyu dan
Korea. Ia tidak diacuhkan. “Raja” pulau-pulau itu juga tidak menjawab berbagai
upaya Satsuma beberapa tahun kemudian untuk membujuk “Raja” mengakui kekuasaan
Tokugawa Ieyasu. Akibatnya Jepang melancarkan serangan pada tahun 1609, atas
perintah Tokugawa, tetapi dilaksanakan oleh 3000 prajurit dari Satsuma. Setelah
itu Kagoshima menempatkan wakil-wakilnya di Ibukota Ryukyu, yang bertugas
mengawasi pulau itu.
Dengan
cara ini Jepang menikmati di Korea dan Ryukyu manfaat perdagangan ini
anggota-anggota sistem upeti Cina, tanpa harus menjadi anggota secara resmi.
Perdagangan langsung dengan Cina terus barjalan secara illegal menggunakan
jung-jung Cina yang berlayar ke Nagasaki, untuk memperoleh pengetahuan mengenai
peradaban Cina yang berubah-ubah. Perdagangan dengan Korea dan Ryukyu tidak terlalu
penting tetapi memungkinkan Shogun menghilangkan
rasa malu karena statusnya sebagai vassal. Ia bahkan punya prestice di
wilayahnya, karena itu juga penerima upeti[1].
Agama Kristen dan Pengucilan Diri
Perdagangan
dengan Eropa tidak membawa implikasi politik semacam ini, selain itu meski
membawa keping-keping informasi yang berguna mengenai cara membuat Senjata,
ilmu hitung artileri, praktik Navigasi dan Kartografi, dan teknik-teknik
menambang dan membuat benteng pertahanan, perdagangan Eropa meski ada
sumbangannya namun dianggap kecil kepada seni lukis dan seni memasak Jepang.
Fransiskus Xaverius mendarat dijepang pada
tahun 1549, menyusul pada tahun 1585 gereja katolik jepang mengirimkan
delegasinya ke Eropa. Abad-abad ini kerap disebut awal periode kolonisasi dunia
oleh Eropa. Sungguhpun kolonisasi tidak berurusan dengan dunia kekristenan
(gereja), tetapi tumpang tindih dan pertikaian kepentingan terjadi secara
kompleks.[2]
Para
pendeta yang ikut berlayar mungkin membawa dampak keagamaan yang besar, namun
hadirnya agama Kristen ditolak pada abad-17 tanpa membuka satu budaya yang penting. Penyebaran agam Kristen pertama kali tiba
di Jepang terdiri dari tiga pendeta Jesuit, salah satunya Francis Xavier, yang
tiba di Kagoshima dengan sebuah jung Cina pada tahun 1549, dan ia meninggalkan
Jepang di tahun 1551, menuju Goa dengan maksud akan pergi ke Cina, karena itu
tidak banyak waktu yang dimilikinya untuk menanamkan pengaruhnya di Jepang.
Tetapi dengan mencari hubungan dengan istana raja Kyoto, dan kemudian
medapatkan perlindungan dari keluarga Otomo, yang tengah muncul sebagai tuan
tanah terkuat di Jepang Barat. Mereka
mendapatkan izin untuk tinggal di Kyoto pada tahun 1560, ini memungkinkan
mereka memperoleh peluang untuk mencari hubungan dengan pusat kekuasaan
nasional. Mereka berhasil mendapatkan pengaruh di kota itu dan di
provinsi-provinsi sekitar. Namun Kyushu, tempat kapal-kapal dagang berlabuh menjadi
pangkalan utama mereka. Peristiwa
ini menandai abada baru, yakni pertemuan yang semakin kerap dan mendalam antara
agama keristen dengan agama-agama lain[3].
Pada
tahun 1563, dalam sebuah peristiwa yang kemudian ternyata menjadi sebuah
peristiwa kunci sejarah agama Kristen di Jepang, mereka berhasil mengajak Omura Sumitada, Daimyo dari bagian Hizen
di barat daya pulau itu menjadi penganut agama Kristen, ia mengizinkan
penyebaran agama itu di Nagasaki pada tahun 1571, dan mengeluarkan perintah
mewajibkan penduduk di wilayahnya semua menjadi penganut agam Kristen pada
tahun 1574, dan meletakkan Nagasaki yurisdiksi Jesuit pada tahun 1580. Otomo
Sorin dan seorang daimyo yang lain
dibaptis pada sekitar waktu ini, dan diikuti oleh penduduk yang ada dibawah
kekuasaan mereka masing-masing, sehingga jumlah penganut Agama Kristen di
Jepang naik menjadi 150.000, angka ini konon menjadi dua kali lipat pada tahun 1600.
Agama
keristen cepat sekali berkembang di Jepang, namun perkembangan kemudian disusul
periode penghambatan yang sangatg dahsyat. Pada abad ke 17 semua orang
asingdilarang masuk jepang pada masa pemerintahan Shogun Tokugawa Ieyasu. Memeluk agama keristen berarti melanggar
peraturan negara. Selama kurang lebih dua abad bangsa jepang menutup diri
terhadap pengaruh barat[4].
Keberhasilan
yang dicapai kaum Jesuit disebabkan doktrin-doktrin kuat yang di bidang
perdagangan, selain juga dari agama itu sendiri. Daimyo Kyushu yang berkepentingan menjaga perdagangan dengan Cina,
melihat beberapa nakhoda Portugis sangat menghormati pendeta Jesuit, yang
intinya kaum Jesuit diberi hak istimewa di pelabuhan itu, seperti di Nagasaki
yang merupakan pelabuhan tetap bagi perdagangan setelah perlakuan baik Omura
pada kaum Jesuit. Selain itu para kaum Jesuit adalah orang-orang yang
berpengetahuan, yang tidak terbatas pada pengetahuan agama tetapi juga berbagai
bidang ilmu dan teknologi, termasuk ilmu tetang persenjataan.
Serangan
ke Kyushu memberi Hideyoshi pengetahuan awal mengenai agama Kristen. Sebagai
peguasa ia menolak peran administrasi kaum Jesuitdi Nagasaki, sangat tidak suka
dengan campur tangan mereka di bidang politik, dan merasa tersinggung oleh
kabar-kabar mengenai sikap toleran kaum Jesuit terhadap agama lain. Semua ini
dirasa cukup bagi Hedeyoshi untuk menerapkan pengendalian yang lebih ketat atas
para penyebar kagamaan itu. Kesulitan dihadapi Nobunaga sebelumnya dapat
meredam pengaruh sekte Ikko menjadi peringatan mengenai apa yang terjadi bila
agama Kristen dibiarkan menyebar. Segera
setelah serangan ke Satsuma berakhir, Hideyoshi mengeluarkan keputusan
memerintahkan pendeta Kristen meninggalkan Jepang. Isi dari keputusan itu
diawali dengan kata-kata yang sudah berabad-abad digunakan, “Jepang adalah
tanah dewa-dewa (kami)”. Dari
kata-kata itu secara tidak langsung menuduh pendeta sebagai penghasut
penyerangan atas biara dan kuil, dan penghasut “lapisan masyarakat bawah” untuk
melanggar hukum. Sehari sebelumnya ia telah melarang perpindahan agama secara
massal yang dilakukan atas tuan tanah feodal, karena dianggap dari sisi politik
sebagai kegiatan subversif. Pada masa yang datang, pindah agama harus dilakukan
secara pribadi atas izin dari wakil penguasa ( untuk samurai) atau dari kepala rumah tangga (untuk orang biasa).
Keputusan ini tidak dimaksudkan sebagai langkah awal
melarang agama Kristen, karena gerakan anti Jesuit diambil sepuluh tahun
berikutnya. Namun mulai tahun 1593, paderi Dominikan dan Augustinian dari Mania
mulai tiba di Jepang. Yakin akan dilindungi dari raja Spanyol, mereka berkhotbah
secara terbuka, tanpa peduli dengan perintah Hideyoshi, dan mengesampingkan
cara-cara lebih halus yang digunakan paderi Jesuit untuk menyebarkan agama,
yakni melalui para penguasa. Merasa disepelekan, Hideyoshi memberi peringatan
tajam kepada orang asing itu mengenai keinginannya, pada bulan Februari 1597,
dua puluh enam penganut Kristen, termasuk tiga Jesuit dan enam Franciscan
disalib di Nagasaki. Peristiwa ini merupakan awal dari pembantaian agama
Kristen secara besar-besaran dalam masa kekuasaan Tokugawa.
Tokugawa Ieasyu khawatir jika ia terlalu keras memerangi
agama Kristen, perdagangan luar negeri akan terancam, tetapi ia juga meragukan
kesetiaan mereka, karena diakhir tahun 1614 mereka juga membantu mempertahankan
benteng Osaka. Setelah jatuhnya benteng itu Tokugawa melarang agama mereka dan
memerintahkan pengusiran penyebar agama Kristen yang tetap tinggal di Jepang
tanpa mengindahkan perintah Hideyoshi, semua rakyat Jepang waktu itu harus
mengikuti sekte-sekte dari agama Buddha.
Hidedata dan Iemitsu, shogun kedua dan ketiga Tokugawa, mengambil langkah yang lebih
keras lagi setelah Ieasyu meninggal pada tahun 1616, dan setelah dua puluh
tahun setelah itu, ribuan orang Kristen dan banyak pendeta asing dijatuhi
hukuman mati, biasanya disalib atau dipaksa meninggalkan agama melalui
penyiksaan. Akan tetapi masih banyak orang-orang Kristen yang bersembunyi
dibalik agama Buddha yang mereka jadikan selubung di Jepang pada abad ke-19.
Tindakan terhadap agama Kristen lebih mudah, kerena
setelah tahun 1600 agama itu sudah tidak dibutuhkan dalam perdagangan luar
negeri. Karena banyaknya persaingan
dari Eropa maupun negara Jepang sendiri, Portugis kehilangan monopoli barang
impor dari Cina. Tidak hanya orang-orang Portugis tetapi juga orang Spanyol,
Belanda dan Inggris juga turut mengambil bagian dalam impor Cina. Demikian juga
dengan pelayaran dengan kapal shuin-sen
Jepang sendiri. Jung-jung Cina di Nagasaki, dan jung-jung Jepang di Tsushima
dan Pusan merupakan sumber baru persediaan barang. Orang-orang Portugis dan
Spanyol yang memiliki hubungan dengan agama Kristen yang di perbolehkan
berdagang. Rupanya dengan pertimbangan ini, Hidedata dan Iemitsu merasa bebas
untuk mengambil sikap lebih ketat mengendalikan perdagangan luar negeri dan
agama Kristen.
Pada tahun 1616, Hidedata melarang perdagangan selain di
Nagasaki dan Hirado, membatalkan izin yang lebih longgar yang diberikan kepada
orang Inggris sebelumnya. Pada tahun 1636 Iemitsu menetapkan bahwa orang Cina
hanya boleh datang ke Nagasaki, dan melarang orang Jepang tinggal diluar
negeri dengan ancaman hukuman mati bagi
yang melanggar. Ia dengan demikian mengakhiri perdagangan dengan kapal shui-sen. Hanya orang Cina, Portugis,
dan Belanda yang boleh menjalankan kegiatan perdagangan luar negeri bagi
Jepang.
Terjadi pemberontakan Petani besar-besaran pecah di
semenanjung Shimabara, tidak jauh dari Nagasaki di awal tahun 1630-an. Banyak
sekali orang Kristen yang ambil alih dalam pemberontakan itu, yang tampaknya
terdorong akibat rasa jenuh yang telah dipendam puluhan tahun dan hidup dalam
pengejaran pemerintah. Orang Portugis yang mempunyai lebih banyak musuh dari
pada teman di Jepang karena persaingan dalam dagang, dituduh membantu
pemberontak secara langsung dengan senjata, dan secara tidak langsung
menyelundupkan pendeta ke Jepang, dan pada tahun 1639 ini dijadikan alasan
untuk memutuskan hubungan dagang dengan Macao. Orang Belanda memberi bantuan
kepada Bakufu untuk memadamkan
pemberontakan itu selamat dari krisis, tetapi mereka dipindahkan dari Hirado ke
pulau Deshima di pelabuhan Nagasaki, dikarenakan memudahkan pengawasan.
Pada tahun 1630-an, terbuka peluang untuk meneguhkan
kuasa sah pemerintah Tokugawadengan jalan menutup Jepang dari perdagangan
internasional. Kemampuan penyebaran agama Kristen, yang dating ke negeri itu
pertama kalinya seabad sebelumnya, memperoleh pengikut di kalangan penguasa
feodalmenunjukan kemungkinan bagi survesi dari luar. Senjata yang diimport yang
kemudian Jepang memproduksi sendiri mempercepat penyatuan jepang, tetapi
sekalipun Jepang sudah tenang senjata itu hanya akan mengganggu ketentraman itu
dan mengancam kedudukan dan martabat tinggi yang dilambangkan dengan pedang
golongan samurai. Tahun 1637 sebuah pemberontakan di Jepang selatan menunjukkan
ada unsur-unsur Kristen, faktor inilah yang memperburuk hubungan Jepang dengan
negara-negara luar. Penguasa feudal diperintahkan memadamkannya, dan setelah
itu agama Kristen dilarang disetiap pelosok negeri. Pelaksanaan perintah ini
merupakan alat tiada taranyabagi shogun untuk campur tangan dalam urusan setiap
wilayah Jepang[5].
Pemukiman orang-orang Belanda di Deshima terjadi lebih
dari 200 tahun lamanya, dampak mereka bagi perekonomian Jepang tidak besar,
tetapi ada dampak lain yang lebih penting setelah tahun 1700, yakni pengetahuan
luar negeri yang luas bagi Jepang, sehingga dapat disimpulkan selama masa
kekuasaan Tokugawa, Jepang merupakan negeri yang tertutup “sakoku”, tetapi kesimpulan ini tidak menjadi patokan utama, karena
dalam kenyataannya masih ada hubungan dengan Korea dan Ryukyu, yang membuka
pintu perdagangan ke Cina.
KESIMPULAN
Hubungan
Jepang dengan Cina dan Korea sudah
berlangsung sejak lama, namun hanya bersifat sekali-kali bila ada perlu saja.
Sebagai bukti bahwa hubungan jepang dengan cina dan korea yaitu budaya jepang
sebagian besar banyak dipengaruhi oleh kedua kebudayaan tersebut. Sedangkan
hubungan jepang dengan Eropa
dimulai sejak abad 16, hubungan
itu dimulai dengan perdagangan yang berlangsung antara jepang dengan eropa, serta berlanjut dengan Negara Barat atau Eropa.
Hubungan perdagangan China dan Jepang
merupakan perdagangan yang illegal,
apalagi kedua negara tersebut telah terjadi hubungan yang tidak harmonis sejak
pemerintahan Hideyoshi, yang ingin sekali menaklukkan Cina karena Cina pada
masa itu sudah terkalahkan oleh kerajaan di Vietnam. Perdagangan antara Jepang dengan negara luar dihubungkan
melalui perantara kapal – kapal Portugis. Hal ini menjadi keuntungan dari
Portugis, namun pesaing – pesaing Portugis mulai bermunculan. Belanda dan
Spanyol memulai aktivitas perdagangannya di Jepang.
Perdagangan antara jepang dengan negara eropa
mulai tidak harmonis karena pengaruh agama keristen yang dianggap mempengaruhi
para Daimyo sebelah barat jepang
untuk melakukan pemberontakan terhadap pemerintahan Jepang. Pada masa
pemerintahan Shogun Tokugawa Ieyasu
melakukan kebijakan pemerintahan untuk tidak melakukan hubungan terhadapa
negara-negara luar karena dianggap pemberontakan-pemberontakan di Jepang barat
ada unsur Keristen.
[1] Sebagian besar dari
makalah ini : Pengalaman Jepang terjemahan dari The Japanese Experience. A
Short History of Japan.
[2] Dr.Ermada Riyanto. CM,
Dialog Interreligius, Hlm 16
[3] Ibid Hlm 17
[4] Anne Ruck, Sejarah Gereja
Asia, Hlm 156
[5] Oleh Marius B. Jansen.
JEPANG selama 2 abad perubahan terjemahan dari Japan and Its World Two
Centuries of Change Hlm. 11, Princeton Unversity Press, 1980.
bagus
BalasHapusHIV / Herpes hakkındaki araştırmam sırasında Hiv / Herpes bilgisine rastladım; google'da STD araması yaparken bulması oldukça kolay olan bilgiler. HIV / Herpes Cured'in komplo olduğunu düşünerek komplo içindeydim. Komplo olmak bir cehaletti, bitkisel ilaç konusunda oldukça ilginç buldum. Bitkisel tedavinin resmi HIV / Herpes web sitelerinde soru sordum ve Hiv / Herpes propagandasını papağanladığımı söyleyen moderatörler tarafından yasaklandım. Bu, Hiv / Herpes tedavisinin olduğuna dair inancımı pekiştirdi. Daha sonra almanca adında bir bayan buldum Achima Abelard Dr Itua Hiv'i tedavi ettim. iki hafta boyunca.Ve bugün hayatımda hiçbir Hiv / Herpes Tedavi Edilmedim, Hiv / Herpes gruplarının Hiv / Herpes Bitkisel Tedavisi hakkında daha fazla bilgi edinmek için insanlarla iletişim kurma girişiminde bulunmaya çalıştım. aynı hastalıkta bu bilgiler size yardımcı olur ve bu bilgiyi diğer insanlara yardım etmek umuduyla yaymak için elimden gelenin en iyisini yapmak istedim. Bu Dr Itua Bitkisel Tıp, acı çeken insanlar için bir umut olduğuna inanmamı sağladı , Şizofreni, Kanser, Skolyoz, Fibromiyalji, Florokinolon Toksisite Sendromu Fibrodysplasia Ossificans Progressiva.Infertilite, Epilepsi, Diyabet, Çölyak hastalığı, Artrit, Amyotrofik Lateral Skleroz, Alziyer hastalığı s.Hiv_ AIDS, Herpes, İnflamatuar barsak hastalığı, Copd, Diyabet, Hepatit, Tasha ve Tara, Conley, Mckinney'i ve her türlü hastalığa karşı çok daha fazla iğrenç olduğunu nasıl tedavi ettiğimi çevrimiçi olarak okudum. Kendisi Tanrı'nın eşsiz bir kalbi olan bir bitkisel doktordur, Contact Emal..drituaherbalcenter @ gmail.com Telefon veya whatsapp .. + 2348149277967.
BalasHapus